Kayaknya lu gak pernah liat status gua, gua di hiden ya? ...

 


Sumber gambar : CNN Indonesia 


tulisan ini bermula dari komentar salah satu teman.

Mau tau jawaban singkatnya?.

Ya!,

Jawaban Panjangnya?

Okeh, semua ini bermula ketika saya semester 8, dibulan awal tahun 2020. Nah pada saat itu banyak sekali teman-teman yang sudah proposal dan “pamer” surat tugas proposal itu dengan dijadikanya sebagai status. Jadi setiap saya liat status itu selalu ngadaredet tentang sidang proposal.

Lalu apa hubungannya?

Jadi, begini.

Kondisi hati orang kan beda-beda ya. Ada yang ngelihat perkembangan teman yang sidang prososal ittu kan harusnya seneng ya. Ya saya juga senang karena itu kemajuan teman-tyeman saya. Tapi . . . ketika itu langsung membandingkan dengan diri sendiri yang pada waktu itu dengan segala problema nya, saya sendiri belum menginjak ke tahap tersebut.

Lalu apa yang terjadi ketika tidak sengaja melihat status tentang sidang proposal?

Yang terjadi pada saat itu saya merasa tidak berguna, dalam artian membandingkan kinerja sendiri dengan orang lain. Jatuhnya itu malah merusak mood. Dan menyalahkan diri sendiri dan tentunya adalah si pembuat status.

Kenapa si, mesti di aplod?, kamu gak tau ya diluaran sana ada yang merasa hancur ketika ngelihat status kamu tentang itu?. (itu yang ada di pikiran saya pada saat itu), sudah pasti itu sangat buruk sekali.

Kenapa tidak dijadikan motivasi saja?

Well. Kembali ke kata-kata tadi, kondisi orang kan beda-beda, ada saatnya negatif ada saat nya positif. Dan kebetulan pada saat saya melihat itu kondisi saya sedang negatif. Maka semua fikiran yang saya lontarkan berdasarkan subjektivitas negatif tersebut.

Apa yang saya lakukan?

Ketika digempur dengan status proposal itu, acc judul, sidang skripsi,  dll... akhirnya saya memutuskan untuk melindungi diri saya dengan menyembunyikan semua status orang-orang yang berada dikontak saya. Karena saya pikir, kata-kata ini benar:

“kita gak bisa membungkam mulut orang lain, tapi kita bisa menggunakan kedua tangan kita untuk menutup telinga kita”.

Seperti itu. Gak mungkin dong saya buat status melarang mereka mengapload demi kepentingan pribadi, maka dari itu hal tersebutlah yang saya lakukan.

Dan itu berlanjut sampai sekarang . . .

Karena saya rasa ada manfaatnya dan saya rasakan itu. Jarang sekali melihat status orang, ya paling gak sesngaja atau yang memang saya ingin lihat statusnya saja.

Apakah sesimpel itu?

Sebenernya tidak ya.

Kesini-sini saya malah lebih cenderung sadar dengan konsep “MINDFULLNESS LIVING”, hidup dengan kesadaran penuh, mungkin ini gak ada hubungannya.

Terus kamu gak pernah update status dong?

Oh, pernah, bahkan sering. Masih, setiap hari sepertinya. Tapi yang lebih sering adalah tentang kekonyolan atau banyolan belaka, atau ya quottes-quotes yang saya temukan di pinterest atau yang ada di galeri hp saja. Intinya yang ingin saya jadikan story saja.

Tapi kalo soal kemajuan dalam hidup saya, saya khawatir untuk menjadikannya status, karena tidak semua orang senang akan perkembangan hidup kita. Banyaknya yang tertawa ketika kita mendapatkan kesialan hidup. Ingat, orang lain itu benci dengan kemajuan orang lain.  Cenderungnya ya negatif, walaupun tidak semua dan tergantung situasi. Tapi disini yang ditekankan adalah, bagaimana jika responya negatif?.

Seperti cerita saya tadi, kenapa gak dijadikan motivasi?, ko malah ke arah negatif?.

Betul sekali. Si... tapi ya ini hidup saya, dan saya tahu apa yang saya mau, apa yang bakal saya lakukan. Maka, melindungi diri saya, melindungi mood saya, itu lebih berharga. Toh pada akhirnya semua itu memeng jadi maotivasi dikemudian hari, dan lihatlah, saya tidak tinggal diam dan berusaha menyelesaikan semuanya.

Pernah gak Upload tentang sesuatu kemajuan?.

Pernah, contoh simpel mungkin apload makanan ya, tapi percayalah itu butuh mikir 1000 kali buat upload hanya seperti itu saja (lebay si mungkin). Karena tadi, khawatir yang liat status lagi fikiranya negatif...

Lainya?

Pernah, Cuma saya rasa bukan sesuatu yang... well.. bukan kemajuan yang gimana-gimana ya. Karena prinsip saya, memberi kabar baik kepada orang yang saya sayangi tanpa membagikan keruang publik lewat status itu lebih penting dan berkualitas serta sudah cukup. Dan itu yang paling penting.

Tadi yang mindfullness itu maksudnya apa ya?

Okeh, saya pun kurang begitu paham, tapi yang pasti artinya adalah, kita hidup ya hidup dengan menikmati setiap detiknya.

Mungkin ini cerita sepele si. Jadi pada beberapa bulan yang lalu, saya tersentak dengan premis dari sebuah film animasi berjudul “Soul”, yang intinya adalah tadi, hidup  itu ya nikmati, maknai dan itu terjadi setiap detiknya. Enjoy your life . . .

Nah dari situ, akhirnya saya nyoba konsep dopamine detox (bisa dicari di yutub maksudnya apa ya), yang sedikitnya mengurangi penggunaan sosil media dan lebih mengedepankan ke kehidupan nyata dan mengurangi atensi ke perangkat gadget. Rasanya lucu ketika pergi dengan orang lain atau sendiri, posting story sana-sini, seakan mengabarkan kita sedang apa, ini itu..

Lebih baik mengobrol bersama, bertemu secara langsung, bertatap muka. Bukankah lucu ketika kita kumpul disebuah ruangan akhirnya semua diruangan itu pada megang hape, hanya kita yang memperhatikan mereka. Dan bergumam . . . krik krik...

Ko kesitu-situ ya? Seperti tidak nyambung? :D

Iya, akhirnya kesitu, ke self love, ke analisis mana yang penting mana yang nggak dalam hidup, nyari makna sebenernya dari kita hidup itu apa, fokus pada perkembangan diri, yang akhirnya bermuara pada satu kata, BERSYUKUR.

Nah, supaya menjaga kebersyukuran itu, melindungi suasana hati sendiri, akhirnya saya pribadi membentengi diri untuk tidak terlalu sering melihat status orang lain yang isinya tentang kebahagiaan, ditakutkan hati sedang negatif maka itu akan mengurangi kebersyukuran. Seperti itu jawaban versi panjangnya.

Sebelum ngaloe-ngidul lebih jauh lagi, sepertinya tulisan tidak jelas ini sudah waktunya dicukupkan. Terimakasih yang sudah baca sampai akhir.

Yuk, berdiskusi dikolom komentar.

 

 

 

Comments

Post a Comment

Popular posts from this blog

All About: Makanya Buruan Nyari Istri

Resep Nasi Kebuli Indomie

Review Jumanji: The Next Level