Dari seorang guru, yang sedang belajar melangkah maju

dan inilah, sebuah sketsa ngalor ngidul lainnya, dari Muhamad Khoirul Ulum (BlokTizen)


Masih ingat momen pertama kali ngajar, saat itu bertepatan dengan hari sabtu 4 November 2017, dan sejak saat itu saya "falling in love" with this world, until now.

sudah hampir 5 tahun saya terjun didunia impian ini. mengapa impian?, karena mengajar adalah mimpi terbesar yang dipupuk semasa saya SD. dan sekarang, i am doing that dream like, everyday.

5 tahun itu bukanlah waktu yang lama, sangat sedikit pengalaman, banyak yang harus saya pelajari kedepannya. dan selama waktu itu, setidaknya saya, sebagai guru (guru-guruan -bukan guru betulan), jujur, dengan kerendahan hati, saya merasa tidak pantas memanggil diri saya guru. sangat banyak kurangnya.

dan inilah salah satu renungan yang saya dapatkan:

Sebenarnya.

Tidak bisa tidak bawa hati di "pekerjaan" ini. Dan itu letak tidak enaknya. Saya sebagai orang yang bertahan (guru), dan mereka (murid) yang terus berkembang. Pernah di ajar, kemudian, tidak lagi, pasti ada rasa kangen terhadap mereka dengan segala keajaiban tingkahnya. (Walaupun merekanya tidak tahu terhadap saya rasanya seperti apa, tapi hey! Itu tidak penting, yang penting perasaan saya terhadap mereka).

Yang bahkan sebelum lulus juga terkadang sudah tidak saya ajar. Apa lagi lulus, sudahlah tinggal kenangan.

saya sebagai orang yang melankolis, (mellow, entahlah betul atau tidak), sulit rasanya untuk melepaskan kenangan saat-saat bersama anak-anak murid dikelas. -canda tawa, tak jarang curhat bersama, mencoba memahami berbagai tekanan kedua belah pihak, bersitegang, jajak pendapat, teguran, tidur dikelas #ehh

teguran, omelan, nasihat, sungguh itu sebuah bukti dari kata peduli. peduli pada masa depanmu, jangan sampai kesalahan sama, menimpa kamu juga. 

semua itu, saya pikir tidak bisa bila hati tidak dilibatkan. bagaimana mungkin mendidik orang yang tidak kita pedulikan, akan terasa kosong dan hambar. Maka, dengan segenap jiwa, saya menyayangi mereka semua, menyayangi setiap mimpi besar didepan kening mereka, mimpi kemajuan, setidaknya untuk diri mereka sendiri. dan tugas saya, memperjelas asa itu, hingga mereka mampu terhanyut didalamnya dengan perasaan bangga.

berbicara serba-serbi dinamika antar individu dan kelompok berinteraksi dalam kelas. walau tidak semua merasa. tapi saya sebagai guru (abal-abal), percaya, sudah berusaha untuk terikat secara emosional dalam ikatan murid guru. tidak semua, tapi yakin, Allah tahu saya ada dipihak mana.

dipihak peduli dengan masa depan mereka. terlebih generasi penerus bangsa. bersama segala asa, terbanglah tinggi mengangkasa.

semua itu, bagi saya, menjadi alasan untuk tetap semangat bangun pagi. membantu merajut asa bagi mereka yang memang siap berkorban demi masa depan terbaik yang mereka inginkan. juga, merajut kepingan asa bagi saya. bersama menjadi manusia terbaik sesuai versi masing-masing.

dan itulah alasan saya mencintai "pekerjaan" ini. walau tak cukup dihargai, tapi hey itu tidak penting. yang penting saya sudah mengabdi untuk ibu pertiwi, demi generasi bagus di esok hari. 

dalam perjalanannya, mereka (murid) terus beregenerasi, datang, naik, lulus dan pergi. silih berganti. saling melupakan, atau saling terkesan?. entahlah, sebetulnya itu hal terabstrak dari eksistensi perasaan manusia di bumi.

Itulah sulitnya berada diposisi bertahan, sedang yang lain terus berjalan dan bertumbuh. bagai rel yang menyaksikan roda-roda kereta yang terus berjalan. singgah, dan menyaksikan sekilas saja. digantikan roda-roda baru yang siap lagi melaju.

Tapi, sebenernya lagi, ya itulah soal waktu.

Ada yang datang, dan ada yang pergi.

Ada yang bertahan, dan itu keniscayaan serta kemungkinan bersatu padu bagi guru, namun itu bukan pilihan dalam "pekerjaan" ini bagi mereka. Mereka harus meninggalkan lembaga ini, meraih apa yang mereka inginkan. Bahagia,, berusaha.. bertemu di puncak kesuksesan menurut versi terbaik dari diri mereka masing-masing.

Juga, mencari apa arti hidup bagi mereka semuanya. itu yang paling penting.

saya rasa. dari seorang guru yang jauh dibawah standar minimal ini. 

itulah yang bisa dipetik dari sekian banyak hikmah lain yang tak bisa di urai satu persatu. bukan karena kusut, namun terlalu indah untuk hanya di uraikan sekedar kata.

dari seorang manusia tak berharga, yang mencintai negeri ini setiap hari nya.

bersama belajar, mari menjadi manusia bermanfaat, untuk dunia dan tentunya gerbang bahagia kelak di akhirat.

bagi kalian, tinggalkanlah kami. raih mimpimu untuk esok hari.

kepakkan sayapmu, semoga dilain cerita kembali bertemu.


sekali lagi, ini soal waktu, dan semuanya, aka berlalu.


terimakasih.


-yang sudah jarang bertemu. salam rindu.

Comments

Popular posts from this blog

All About: Makanya Buruan Nyari Istri

Resep Nasi Kebuli Indomie

Review Jumanji: The Next Level