All About: Makanya Buruan Nyari Istri


~ Dari sudut pandang bocah laki-laki berumur 23 tahun . . .

Tulisan ini terinspirasi dari celetukan-celetukan masalah dunia pernikahan yang sepertinya terkesan rendah untuk perempuan.

Bukan, bukan, tulisan ini bukan tentang feminism,, tapi tentang pandangan dunia pernikahan bagi seorang wanita dari sudut pandang seorang bocah laki-laki berumur 23 tahun yang sudah memiliki keinginan menikah ini. HEHE

 Mari kita mulai tulisan ini dari cerita sederhana ini,

Laki-laki ini berjalan dari rumahnya menuju rumah tetangga yang menjual,

“bakso, lima ribu” dia berkata pada tetangganya itu,

“ tumben nih beli bakso” sambil melayani, tetangga itu nyeletuk

“iya nih, baru balik pen makan gak ada apa-apa, mau masak mager juga”, jawab laki-laki itu

“walah… makanya kang,,, buruan nyari istri…” celetuk tetangganya itu lagi sambil senyum senyum menyindir kearah laki-laki tadi.

Ada yang aneh?

Lanjut…

Masih laki-laki tadi. Hari minggu kesekian di hari dan bulan sekian. Terlihat sedang menjemur pakaiannya yang baru di cuci. Seseorang lewat dan berkomentar..

“wih… nyuci sendiri aja nih…. Mana istrinya?”…

Komentar yang lebih menyentil…

“makanya buruan nyari istri, biar ada yang nyuciin”.

Lanjut…

Dilain hari, laki-laki tadi terlihat sedang menjahit celananya yang robek dengan tangannya.

“makanya,, buruan nyari istri biar ada yang jahitin”…

Lain waktu…

Laki-laki tadi nyeletuk di tempat kerjanya.

“waduh perut laper,, belum sarapan”

“makanya, buruan nyari istri biar ada yang bikin sarapan tiap pagi” celetuk salah satu rekan kerjanya.

Dilain kesempatan ditempat kerja laki-laki tadi

“tumben make kaos,, biasanya selalu rapi pake kemeja” celetuk salah satu rekan kerjanya yang sudah menikah..

“iya nih, lagi mager nyetrika, makanya biar simple make kaos”

Rekan satu lagi berkomentar . . .

“makanya,, buruan nyari istri biar ada yang nyetrikain baju”…

Ada yang aneh?.

Mungkin terdengar biasa saja. Tapi, bagi saya, bocah laki-laki berumur 23 tahun yang sudah ingin menikah ini, berangkat dari komentar-komentar tadi akhirnya membuat otak ini bekerja keras. Apakah menikah seperti itu bagi seorang laki-laki?, supaya ada yang masakin? Nyetrikain? Nyucin baju? Jahitin pakainan yang robek?. Anehnya, hampir semua komentar itu muncul dari mulut perempuan.

Apakah memang tugas istri seperti itu?. Melayani? Yang bahkan jujur saja. Bukannya sombong, saya sendiri bisa mengerjakan itu semua.

Memasak? Bisa, ya walaupun sekedar mateng saja, rasa nomor kesekian tapi bukankah yang terpenting dari memasak adalah untuk makan?.
nyuci baju?, bisa, walaupun kebanyakan mager dan menumpuk cucian, tapi apa susahnya si nyuci baju?, dari kecil sudah diajarkan untuk belajar mencuci pakaian sendiri.

Menjahit?, bisa, pake tangan, sejak kecil salalu diajarkan untuk mandiri, menyelesaikan masalahnya sendiri. Celana robek dikit, jait make benang dan jarum. Bahkan sepatu robek juga bias jahit sendiri, dobel jaitan tas? Bisa

Nyetrika?... apa susahnya. Dari sd sudah nyetrika pakaian sendiri, seragam sekolah nyetrika sendiri, dan sampe sekarang Alhamdulillah, belum pernah tuh sampe bikin pakaian bolong, (pernah bikin permadani bolong si…). Tapi apa susahnya nyetrika?

Siapain makanan?. Semalas apa badan ini sampai makanan harus disiapkan. Bisa nyiapin sendiri, gak perlu istri lah…

Apakah itu tugas istri dirumah tangga?. Melayani hal-hal seperti itu. Hmmm ko kaya pembantu rumah tangga ya (berpikir keras).

Lalu tulisan ini mau dibawa kemana?.

Baiklah… intinya, saya pikir. Dunia pernikahan bukan secetek ilustrasi tadi. Tapi lebih dari itu… mengerjakan tugas rumah tangga mungkin seyogyanya adalah kerja sama. Saling melengkapi, dan saling membantu dan mendukung segala sesuatunya demi berjalannya bahtera rumah tangga yang sakinah mawadah warohmah. Bukan persoalan mana yang harus dikerjakan istri mana yang harus dikerjkan suami. Tapi kerja sama, dan itu yang paling penting. Dari kerja sama , saya rasa munculah kebahagaian rumah tangga yang sesungguhnya. Tidak ada yang merasa leleh karena pekerjaan rumah tangga yang stereotipnya selalu ditujukan pada perempuan, tapi kerja sama. Berat sama dipikul, ringan sama di jinjing.

Nah, dari situ sebetulnya terdapat harapan dari seorang perempuan bagi laki-laki yang menjadi imammnya. ???
Jadilah laki-laki yang mau bekerja sama untuk keluarga, berperan aktif dalam kehiduppan rumah tangga seperti hal-hal kecil tadi sehingga nanti tidak ada keluhan yang keluar dari istri yang mengomentari suaminya karena tidak mau ini-itu-ini-itu yang semuanya hanya istri yang mengerjakan, suami hanya tinggal dilayani. Bahkan tak jarang juga, istri sibuk mengurus rumah tangga sambil mengasuh anak-anaknya, sedangkan suami dengan entengnya nyeletuk, “sayakan sudah memberi nafkah, kerja… lagian itu tugas istri di dapur, ngurus anak…”.

Wahai perempuan, apakah kalian mau dengan suami macam seperti itu?

Wahai laki-laki, apa sepicik itu kalian sebagai suami? Mana tanggung jawabmu? (ASEK)

Pikir…

Mungkin, seperti itu kehidupan rumah tangga. Mungkin.

Kok mungkin?. Yah, karena saya sendiri belum menikah, nanti kalo sudah bakaln ditambahkan disini ceritanya.

 

Sekian tulisan tidak berdasar ini yang  keluar dari otak seseorang yang sangat tidak kompeten.

 

Silahkan berkomentar dibawah.

 

 

Comments

  1. Betul itu, istri bukanlah pembantu. Wkwk..

    ReplyDelete
    Replies
    1. Bener kan... Tapi anehnya seperti itulah pandangan istri di masyarakat

      Delete
  2. Semngat nih .suatu kelak mnjadi seorng istri. Yg suaminya bisa di ajak kerja sma hehe .

    ReplyDelete
    Replies
    1. exactly. istri hrus cari suami yang support, karna dunia pernikahan bukan soal sehari dua hari tapi selamanya.

      Delete
  3. Ngakak sama bocah usia 23 Yaang sudah ingin menikah😂

    But,setuju si sama statement diatas. Rumah tangga itu kerja sama, istri bukan pelayan dan suami bukan tuan raja wkwk gassslah hayu kerja sama wkwk

    ReplyDelete

Post a Comment

Popular posts from this blog

Resep Nasi Kebuli Indomie

Review Jumanji: The Next Level